Harga Minyak tergelincir karena pelaku Pasar menyorot meredanya ketegangan di Timur Tengah dan kenaikan persediaan di AS. Brent turun di bawah $66 per barel, sementara WTI mendekati $62, setelah sempat naik lebih dari 1% sehari sebelumnya. Pada 08:17 waktu Singapura, Brent kontrak Desember melemah 0,9% ke $65,64, dan WTI pengiriman November turun 1% ke $61,90.
Dari sisi geopolitik, Presiden AS Donald Trump menyebut Israel dan Hamas telah menyepakati ketentuan pembebasan seluruh sandera—sebuah terobosan menuju akhir konflik dua tahun di Gaza. Sinyal de-eskalasi ini mengurangi premi risiko, sehingga mengurangi dorongan beli aset energi berisiko.
Di AS, persediaan Minyak mentah nasional naik untuk pekan kedua, meski masih dekat level musiman terendah. Namun, stok di Cushing, Oklahoma—simpul penting pengiriman WTI—justru menurun, begitu pula inventori produk olahan. Campuran data ini tetap memberi sinyal pasokan longgar di level nasional.
Tekanan tambahan datang dari ekspektasi pasokan lebih tinggi dari OPEC+ dan kawasan Amerika, di saat ancaman geopolitik lain—seperti serangan Ukraina ke infrastruktur Minyak Rusia—tetap ada. Banyak pihak, termasuk IEA dan bank-bank Wall Street, memprediksi Pasar beralih ke surplus dalam beberapa bulan ke depan. Goldman Sachs bahkan memperkirakan rata-rata Brent $56/barel tahun depan seiring produksi global melampaui permintaan.(Asd)
Inti poin:
Brent $65,64 (-0,9%) & WTI $61,90 (-1%) pada 08:17 waktu Singapura.
Sinyal damai Gaza: klaim kesepakatan pembebasan seluruh sandera kurangi premi risiko.
Stok Minyak AS naik dua pekan, tapi Cushing dan produk olahan turun.
Ekspektasi suplai meningkat (OPEC+ & Amerika) prospek surplus Pasar.
Goldman Sachs: Brent rata-rata $56/barel pada tahun depan.
Sumber: Newsmaker.id
