Dolar AS bertahan stabil pada hari Selasa (30/9) menjelang kemungkinan penutupan (shutdown) Pemerintah AS yang dapat mengganggu rilis laporan ketenagakerjaan bulanan pekan ini, sementara Dolar Australia menguat setelah bank sentral mengambil sikap hati-hati terhadap inflasi.
Fokus investor tertuju pada ancaman shutdown AS. Pendanaan Pemerintah berakhir pada Selasa tengah malam (0400 GMT) kecuali Partai Republik dan Demokrat menyepakati kesepakatan pengeluaran sementara di menit-menit terakhir.
Departemen Tenaga Kerja dan Perdagangan AS mengatakan lembaga statistik mereka akan menghentikan publikasi data ekonomi jika terjadi shutdown parsial, termasuk data ketenagakerjaan September yang diawasi ketat. Laporan payrolls, yang krusial bagi pengambilan keputusan Federal Reserve, dijadwalkan rilis pada Jumat, dan penundaan dapat membuat bank sentral kehilangan panduan tentang kondisi Pasar tenaga kerja.
Saat ini, pelaku Pasar memperkirakan pemangkasan suku bunga The Fed sebesar 42 basis poin pada Desember dan total 104 basis poin hingga akhir 2026, sekitar 25 bps lebih rendah dibanding pertengahan September.
“Jika shutdown singkat, The Fed kemungkinan akan mengabaikannya,” kata Elias Haddad, Senior Strategist di Brown Brothers Harriman. “Namun, jika berlangsung lebih dari dua minggu, risikonya meningkat terhadap pertumbuhan dan peluang kebijakan Fed yang lebih akomodatif pun bertambah.”
Menurut Lee Hardman, Strategist MUFG, Dolar berada di bawah tekanan akibat meningkatnya ketidakpastian politik AS. Indeks Dolar, yang sudah turun hampir 10% tahun ini, terakhir melemah 0,1% menjadi 97,785.
Pelemahan paling terlihat terhadap mata uang safe-haven seperti yen Jepang dan franc Swiss. Yen bangkit dari pelemahan semalam, membuat Dolar turun 0,4% ke 148,02 yen. Investor juga mempertimbangkan risalah rapat BOJ bulan September, di mana bank sentral membahas kemungkinan kenaikan suku bunga jangka pendek. Pasar saat ini memperkirakan peluang kenaikan suku bunga Desember sebesar 60%.
Strategist ING menyebut menjual Dolar terhadap yen bisa menjadi strategi populer jika shutdown benar-benar terjadi. Pasangan USD/JPY naik 0,7% bulan ini, tetapi turun hampir 6% sepanjang 2025 karena ekspektasi suku bunga Jepang perlahan naik sementara di AS menurun.
“Dolar terpukul oleh meningkatnya risiko shutdown Pemerintah AS dan turunnya harga Minyak sejak akhir pekan, dengan yen menjadi mata uang terkuat,” kata Francesco Pesole dari ING. “Dollar/yen berpotensi tetap jadi perdagangan favorit selama shutdown. Saat shutdown 2018–2019, pair ini turun 1,5%, dan kini diperdagangkan 1% di atas nilai wajarnya dalam jangka pendek, menurut model kami.”
Franc Swiss juga menguat, mendorong Dolar turun 0,2% menjadi 0,796 franc, namun stabil terhadap euro di 0,9347 dan pound.
Sementara itu, Dolar Australia naik 0,4% menjadi $0,6604 setelah Reserve Bank of Australia, yang telah memangkas suku bunga tiga kali tahun ini, mempertahankan suku bunga sesuai perkiraan. Bank mengatakan data terbaru menunjukkan inflasi mungkin lebih tinggi dari perkiraan di kuartal ketiga, sementara prospek ekonomi tetap tidak pasti.
Di Eropa, sterling mengabaikan data yang menunjukkan ekonomi Inggris tumbuh 0,3% antara April dan Juni, sementara defisit transaksi berjalan meningkat di periode tersebut. Defisit tercatat sebesar 28,939 miliar pound ($38,8 miliar), jauh di atas perkiraan 24,9 miliar pound dan setara 3,8% dari PDB, naik dari 2,8% pada kuartal pertama 2025.
Pound terakhir tercatat naik 0,1% ke $1,3448 dan sedikit melemah terhadap euro, yang naik 0,1% ke 87,34 pence. Euro juga menguat terhadap Dolar ke $1,1742.(yds)
Sumber: Reuters
